Thursday, November 26, 2015

PRODUK RUSAK DAN CACAT DALAM SISTEM HARGA POKOK PROSES




Produk rusak (spoilage) merupakan unit yang tidak dapat diterima sehingga harus dibuang atau dijual dengan nilai yang lebih rendah. Produk cacat (rework) adalah unit yang perlu diperbaiki secara ekonomi, sehingga produk tersebut dapat dijual melalui saluran reguler. Sisa Bahan (Scrap) merupakan bagian dari produk yang tidak memiliki nilai atau jika memiliki, nilainya sangat kecil.

Produk Rusak

            Ada dua jenis produk rusak : produk rusak normal dan produk rusak tidak normal. Produk rusak normal terjadi dalam kondisi operasi yang efisien dan tidak dapat dikendalikan dalam jangka pendek dan diperhitungkan sebagai bagian dari biaya produk. Sedangkan produk rusak tidak normal menyebabkan kerugian melebihi atau di atas perkiraan dalam kondisi operasi yang efisien dan dibebankan sebagai kerugian dalam periode berjalan.
            Biasanya produk rusak ditemukan pada akhir proses dengan demikian ia telah menyerap biaya produksi sehingga harus dimasukkan dalam perhitungan unit ekuivalen.

Produk Cacat

            Sebagaimana diketahui, produk cacat  adalah produk yang tidak sesuai standar dan masih dapat diperbaiki. Maka membutuhkan biaya perbaikan., dapat berupa biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Persoalannya adalah perlakuan atas biaya perbaikan tersebut.
            Produk cacat dapat bersifat normal ataupun tidak normal.  Perlakuan atas biaya tambahan adalah sebagai  berikut :
v  Jika cacat normal  : biaya perbaikan  akan menambah biaya produksi.
v  Jika cacat tidak normal : biaya perbaikan diperlakukan sebagai rugi produk cacat. Biaya produksi tidak bertambah.
Produk cacat masuk dalam perhitungan unit ekuivalen.

PENGARUH LINGKUNGAN MANUFAKTUR BARU

Sistem Just In Time

Tiga pengaruh utama sistem JIT pada metode biaya proses :
  1. perbedaan dalam biaya per unit antara metode MPKP dengan rata-rata dapat dikurangi dengan cara menurunkan unit sediaan.
  2. Semakin kecil perbedaan antara sediaan akhir produk selesai dengan sediaan BDP
  3. Dibutuhkan cost driver atau dasar pembebanan yang baru (selain tenaga kerja langsung) untuk membebankan BOP ke proses dan produk.

Sistem Pemanufakturan Fleksibel dan Pemanufakturan Seluler

Semakin banyak perusahaan manufaktur yang menuju Flexible Manufacturing System (FMS) dan Cellular Manufacturing System (CMS).  FMS  menggunakan robot dan sistem penanganan bahan yang dikendalikan oleh komputer untuk menghubungkan beberapa mesin yang secara cepat dan efisien dapat diubah-ubah dari satu proses produksi ke proses produksi lainnya.
            Pengaruh FMS terhadap penentuan biaya produk sama dengan JIT. Dalam lingkungan FMS, sistem biaya proses lebih bermanfaat dibanding biaya pesanan karena lebih banyak laporan akuntansi yang didasarkan pada periode waktu bukan berdasarkan penutupan pesanan.
            CMS membentuk sel yang terdiri dari mesin dan peralatan yang dibutuhkan untuk mengolah bahan atau suku cadang dengan persyaratan pemrosesan yang serupa. Untuk memperbaiki efisiensi produksi, sebagian besar suku cadang berjalan dalam arah yang sama dari satu sel ke sel lainnya. Sekumpulan sel yang bertugas membuat produk, membuat suatu bentuk pabrik yang terfokus. Dengan CMS struktur proses manufaktur dilakukan berdasarkan lini produk bukan berdasarkan proses. Sehingga sistem penentuan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) lebih bermanfaat dibandingkan sistem biaya proses tradisional.

Pengertian Produk Rusak
Sebelum membahas tentang perlakuan akuntansi atas produk rusak, terlebih dahulu perlu diketahui tentang pengertian produk rusak berikut ini :
Menurut Supriono (1999:182) mengemukakan bahwa :
Produk rusak adalah produk yang kondisinya rusak atau tidak memenuhi ukuran mutu yang telah ditentukan dan tidak dapat diperbaiki secara ekonomis menjadi produk yang baik, meskipun mungkin secara teknik dapat diperbaiki akan berakibat biaya perbaikan jumlahnya lebih tinggi dibanding kenaikan nilai atau manfaat adanya perbaikan.
Selanjutnya menurut Hartanto (1992:388) menjelaskan pengertian produk rusak adalah “merupakan unit-unit yang karena keadaan fisiknya tidak dapat dilakukan sebagai produk akhir, dan harus dibuang atau dijual dengan harga jauh dibawah harga jual produk akhir”. Menurut Mulyadi (1999:324) bahwa “produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik”.
Berdasarkan pengertian tentang produk rusak di atas dapat disimpulkan bahwa dalam membuat atau memproses suatu barang kadang-kadang terdapat produk rusak. Produk rusak ini merupakan produk yang tidak memenuhi standar mutu produk yang telah ditentukan dan secara ekonomis tidak dapat diperbaiki. Produk rusak ini mempunyai wujud fisik, tetapi kondisinya rusak. Pada dasarnya produk rusak secara teknis bisa diperbaiki menjadi produk yang baik, tetapi biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada nilai manfaatnya, sehingga produk rusak dikatakan secara ekonomis tidak dapat diperbaiki. Produk rusak biasanya diketahui setelah selesainya proses produksi, sehingga produk rusak ini sudah menikmati biaya produksi sehingga produk rusak ini nantinya akan diikutkan dalam perhitungan unit ekuivalen.


5. Sebab Terjadinya Produk Rusak
Menurut Sutrisno (2001:124) bahwa “penyebab terjadinya produk rusak ada dua yaitu produk rusak karena kagiatan normal perusahaan atau produk rusak normal dan produk rusak karena kesalahan atau produk rusak abnormal”. Berikut ini disajikan penjelasan kedua penyebab terjadinya produk rusak :
a.       Produk rusak karena kegiatan normal perusahaan, yaitu apabila produk rusak ini memang sering terjadi pada kegiatan normal perusahaan, apabila produk rusak ini memang sering terjadi pada kegiatan normal perusahaan, sehingga biasanya memang dicadangkan adanya produk rusak dalam proses produksi. Untuk dapat dikatakan normal, menurut Hartanto (1992:390) bahwa sejumlah produk rusak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Diharapkan terjadi dalam kondisi operasi yang efisien.
2.      Bersifat inheren pada tingkat operasi yang direncanakan
3.      Bersifat tidak terkendali untuk jangka pendek.
Pada umumnya, biaya produksi atau harga pokok produk rusak yang bersifat normal diperlakukan sebagai bagian dari harga pokok produk selesai, karena adanya produk rusak dianggap perlu untuk menghasilkan sejumlah produk selesai tersebut.
b.      Produk rusak, karena kesalahan atau abnormal, yaitu apabila produk rusak yang penyebabnya karena kurangnya pengawasan, kesalahan pengerjaan, kerusakan mesin, pemakaian bahan dibawah kualitas standar. Untuk dapat dikatakan abnormal, maka Hartanto (1992:391) mengemukakan bahwa produk rusak memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Tidak diharapkan terjadi dalam kondisi operasi yang efisien.
2.      Tidak bersifat inheren pada tingkat operasi yang direncanakan.
3.      Bersifat terkendalikan, dalam arti supervisor dapat mempengaruhi tingkat efisiensi operasi.
Harga pokok atau biaya produksi yang melekat pada produk rusak bersifat abnormal, karena pada dasarnya dihindarkan diperlakukan sebagai suatu kerugian dalam periode terjadinya produk rusak.
6.      Perlakuan Akuntansi Produk Rusak Terhadap Harga Pokok Produksi
Dalam proses produksi memungkinkan timbulnya produk rusak. Bagi manajemen disamping mengetahui informasi produk rusak, juga harus mengetahui apakah produk rusak tersebut sifatnya normal atau abnormal. Sedangkan dari segi akuntansi biaya timbul masalah untuk perlakuan akuntansi atas produk rusak dalam penentuan harga pokok produksi. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam perhitungan harga pokok produksi, perusahaan perlu memperhitungkan adanya unit ekuivalen untuk menentukan harga pokok produk selesai, harga pokok produk dalam proses maupun harga pokok untuk produk rusak. Sehingga dapat menghasilkan perhitungan ataupun informasi harga pokok produk yang akurat sesuai dengan metode harga pokok produksi. Hasil dari perhitungan harga pokok produk tersebut dibuatkan jurnal sesuai dengan prosedur akuntansinya.
Tergantung pada tipe produksinya atau departemen-departemen yang tercakup dalam proses produksinya, di dalam praktek, terdapat berbagai metode atau perlakuan akuntansi terhadap produk rusak yang tidak dapat ditolerir, karena menyimpang dari tujuan akuntansinya, sampai yang paling akurat dan sangat informatif. Menurut Hartanto (1992:391) bahwa idealnya, akuntansi terhadap produk rusak harus mencakup tahap-tahap adalah :
a.       Tahap alokasi biaya produksi kepada harga pokok produk akhir, produk rusak normal dan produk rusak abnormal.
b.      Tahap pembebanan harga pokok produk rusak baik kepada produk akhir (untuk yang rusak normal) maupun kepada rugi produk rusak (untuk yang rusak abnormal).
Menurut Sutrisno (2001:124) bahwa “perlakuan harga pokok produk rusak, selain penyebab terjadinya produk rusak juga dipengaruhi apakah produk rusak tersebut laku dijual atau tidak laku dijual”. Uraian dari perlakuan harga pokok produk rusak tersebut di atas disajikan berikut ini:
a. Produk Rusak Tidak Laku Dijual
1.      Apabila penyebab terjadinya produk rusak bersifat normal, maka harga pokok produk rusak yang tidak laku dijual ini, akan dibebankan kepada produk selesai, yang mengakibatkan harga pokok produk selesai akan dibebankan kepada produk selesai, sehingga harga pokok produk selesai per unit akan menjadi lebih besar. Jadi, perlakuannya sama dengan produk akhir proses.
Jurnal yang dibuat adalah :
Persediaan Produk Selesai Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX
2.      Terjadinya produk rusak karena kesalahan dan produk rusak tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak tersebut tidak boleh diperhitungkan kedalam harga pokok produk selesai, tetapi harus dianggap sebagai kerugian, sehingga akan diperlakukan sebagai rugi produk rusak.
Jurnal yang dibuat adalah :
Rugi Produk Rusak Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX
b. Produk Rusak Laku Dijual
1.      Bila penyebab produk rusak karena kegiatan normal perusahaan, dan produk rusak tersebut laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak tersebut dapat diperlakukan sebagai:
a.       Pengurangan harga pokok selesai
Harga pokok produk rusak dibebankan ke produk selesai, sehingga apabila produk rusak tersebut laku dijual, maka sudah sewajarnya hasil penjualan tersebut digunakan sebagai pengurangan harga pokok produk selesai.
Jurnal yang dibuat adalah :
Kas/Piutang Dagang Rp XXX
Persediaan Produk Selesai Rp XXX
b.      Pengurang semua biaya produksi.
Dengan perlakuan ini memerlukan alokasi yang adil pada setiap elemen biaya produksi pada departemen dimana terdapat produk rusak, salah satu metode dapat digunakan alokasi berdasarkan perbandingan setiap elemen biaya.
Jurnal yang dibuat adalah :
Kas/Piutang Dagang Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX
c.       Pengurang biaya overhead pabrik
Perlakuan ini sangat mudah, tetapi perlu diperhitungkan bahwa apabila hasil penjualan produk rusak cukup besar sedang jumlah biaya overhead pabrik kecil, dimungkinkan biaya overhead akan minus.
Jurnal yang dibuat adalah :
Kas/Piutang Dagang Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX
d.      Penghasilan lain-lain
Perlakuan ini paling mudah digunakan, sehingga pada laporan harga pokok produksi nantinya sama dengan apabila ada produk hilang pada akhir proses tapi tidak sesuai dengan perlakuan harga pokok produk selesai.
Jurnal yang dibuat adalah :
Kas/Piutang Dagang Rp XXX
Penghasilan lain-lain Rp XXX
2.      Produk rusak yang laku dijual dan penyebab produk rusak karena kesalahan atau disebut juga produk rusak abnormal, maka hasil penjualan produk rusak tersebut akan diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak, hal ini sesuai karena harga pokok produk rusak nantinya akan dimasukkan kedalam laporan rugi-laba sebagai elemen biaya lain.
Jurnal yang dibuat untuk mencatat hasil penjualan produk rusak yang diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak adalah:
Kas/Piutang Dagang Rp XXX
Rugi Produk Rusak Rp XXX
Menurut Sutrisno (2001:133) bahwa “harga pokok produk rusak diperlakukan sebagai kerugian dan dimasukkan kedalam rekening rugi produk rusak yang pada akhir periode akan masuk pada laporan rugi-laba sebagai elemen biaya lain-lain”.

Baca selengkapnya

Bingung memikirkan semakin hari pengeluaran semakin banyak sedangkan pemasukan tidak lagi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ingin usaha sampingan untuk menambah penghasilan tanpa menguras waktu dan tenaga yang banyak? Usaha beternak ayam bisa menjadi salah satu alternatifnya



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Bingung memikirkan semakin hari pengeluaran semakin banyak sedangkan pemasukan tidak lagi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ingin usaha sampingan untuk menambah penghasilan tanpa menguras waktu dan tenaga yang banyak? Usaha beternak ayam bisa menjadi salah satu alternatifnya. Sistem beternak ayam lebih sederhana dan mudah tanpa menguras waktu dan tenaga yang banyak baik dalam pemeliharaan dan pemberian pakan. Peluang usaha ternak ayam ini masih dapat dijalankan meskipun Anda bekerja. Ingin tahu lebih banyak lagi kiat dan tips menjalankan bisnis ini, silahkan simak lebih lanjut.
Sebelum mulai beternak ayam, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Secara garis besar syarat pokok dalam mengusahakan ternak ayam agar usaha ini dapat berjalan adalah sebagai berikut :
1.      Penguasaan ilmu.
·         Breeding, mengenai pemilihan dan penggunaan bibit unggul
ditingkat final stock serta strain tertentu. Pengetahuan ini dapat dengan mudah diperoleh melalui buku-buku ataupun informasi dari pihak yag sudah berpengalaman.
·         Feeding, mengenai penyediaan dan pemberian makanan ayam.
·         Management, mengenai tata laksana perkandangan, perawatan,
pamasaran dll.
·         Disease management, mengenai kebersihan / sanitasi, vaksinasi, dll.
2.      Kemauan yang kuat.
· Ketekunan dalam memelihara dan membesarkan ternak.
· Disiplin, menumbuhkan tanggungjawab terhadap hidup matinya ayam.
· Tidak mudah putus asa, kesabaran dalam menanggulangi kesulitan ekonomis maupun teknis.

Secara umum dalam budidaya ternak ayam, produksi ternak dipengaruhi oleh dua faktor :
a.       Faktor genetis.
Ini menyangkut keturunan yang akan mempengaruhi selanjutnya terhadap tinggi rendahnya produksi. Sehingga pemilihan bibit merupakan tahapan yang sangat penting dan membutuhkan perhatian khusus.
Faktor luar.
Adapun faktor luar yang mempengaruhi antara lain : tata
laksana perkandangan, makanan, lingkungan, dan penyakit.

Apabila faktor genetis dan faktor luar dapat kita kendalikan dengan baik, niscaya budidaya ternak ayam ini dapat berjalan dengan maksimal. Dalam budidaya ternak ayam, ada dua (2) jenis ayam yang biasa diternakkan selain ayam kampong, yaitu : Ayam pedaging (Broiler) dan Ayam petelur (layer).

1.2              Permasalahan
1.      Ciri-ciri ayam Buras
2.      Pemeliharaan Ayam Buras
3.      Pemilihan Bibit Ayam Buras
4.      Pakan Ayam Buras
5.      Penyakit Pada Ayam Buras dan Pencegahannya
6.      Analisa Usaha Beternak Ayam Buras

1.3              Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini adalah dari pemanfaatan pustaka dan praktek langsung.



BAB II
PEMBAHASAN
BUDI DAYA AYAM BURAS

2.1              Ciri-Ciri Ayam Buras
Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan pendapatan.

Dikarenakan dengan pemeliharaan sistem tradisional, produksi telur ayam buras sangat rendah, ± 60 butir/tahun/ekor. Berat badan pejantan tak lebih dari 1,9 kg dan betina ± 1,2 ~ 1,5 kg, maka perlu diintensifkan. Pemeliharaan yang intensif pada ayam buras, dapat meningkatkan produksi telur dan daging, dapat mencegah wabah penyakit dan memudahkan tata laksana.

Ciri-ciri bibit yang baik :

1. Ayam jantan

* Badan kuat dan panjang.
* Tulang supit rapat.
* Sayap kuat dan bulu-bulunya teratur rapih.
* Paruh bersih.
* Mata jernih.
* Kaki dan kuku bersih, sisik-sisik teratur.
* Terdapat taji.

2. Ayam betina (petelur) yang baik

* Kepala halus.
* Matanya terang/jernih.
* Mukanya sedang (tidak terlalu lebar).
* Paruh pendek dan kuat.
* Jengger dan pial halus.
* Badannya cukup besar dan perutnya luas.
* Jarak antara tulang dada dan tulang belakang ± 4 jari.
* Jarak antara tulang pubis ± 3 jari.

2.2              Pemeliharaan Ayam Buras
Pertumbuhan dan perkembangan ternak ayam, melalui beberapa tahapan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam tiap fase pertumbuhan ternak ayam dalam budidaya ternak ayam ini adalah :
I. Fase awal
a. Brooder (kandang) yang baik
b. Alat-alat pemanas yang stabil
c. Konstruksi indukan yang baik
Konstruksi Brooder yang baik :
· Lantai mudah dibersihkan.
· Tinggi tempat makan dan minum 2,5 cm diatas punggung ayam.
· Ukuran tempat makan, panjang 1,5 cm (ayam umur 1-2 minggu) dan 5 cm (ayam umur 2-8 minggu), lebar 8 cm, dalam 6 cm.
· Ukuran tempat minum, separoh dari tempat makan.
· Ukuran brooder :
o 15-20 ekor/m2 (umur 1 hari-8 minggu),
o 10-15 ekor/m2 (umur 8-22 minggu),
o 4-6 ekor/m2 (umur lebih dari 22 minggu).
II. Fase pertumbuhan
a. Pada fase ini populasi hunian 5-10 ekor/m2 .
b. Pemberian makanan sebaiknya 2 kali sehari. Kadar protein pada ransum 4-16%.
III. Fase Bertelur
a. Untuk ayam petelur, pada umur 5,5-6 bulan ayam sudah bertelur.
b. Makanan, protein disarankan kira-kira 17 %.
c. Pada wal bertelur supaya diberi feed suplement atau extra vitamin.
d. Kandang dengan popoulasi 4-5 ekor/m2, tebal lantai 25-30 cm,sarang perteluran 35 x 35 x 40 cm/5 ekor.
e. Produktifitas telur, perlu pengaturan kadar protein dalam ransum,
pemberantasan cacing dan kutu ayam secra regular, penyediaan air minum
yang bersih dan memadai.

Ada 3 (tiga) sistem pemeliharaan :
1.      Ekstensif (pemeliharaan secara tradisional = ayam dilepas dan mencari pakan sendiri).
2.      Semi intensif (ayam kadang-kadang diberi pakan tambahan).
3.      Intensif (ayam dikandangkan dan diberi pakan).

Seperti telah disebutkan diatas, salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ternak adalah faktor luar, diantaranya tata laksana perkandangan. Adapun syarat kandang ayam yang bagus untuk skala budidaya ternak ayam adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai ventilasi udara.
2. Terkena sinar matahari.
3. Lantai terbuat dari tanah, semen, dengan dialasi dengan serbuk gergaji tau sekam padi.
4. Mempunyai tempat makanan dan minuman.
5. Mempunyai tempat bertengger.
6. Pemenuhan kebutuhan makanan yang cukup bagi ternak ayam. Makanan itu sendiri mempunyai fungsi :
a. Memenuhi kebutuhan hidup.
b. Membentuk sel dan jaringan hidup.
c. Menggantikan sel yang rusak.
d. Bahan untuk berproduksi.

2.3       Pemilihan Bibit Ayam Buras
Teknik pembibitan bibit ayam buras yang baik
1. Calon induk betina:
* sehat dan tidak cacat
* lincah dan gesit
* mata bening dan bulat
* rongga perut elastis
* tidak mempunyai sifat kanibal
* bebas dari penyakit
* umur 5 – 12 bulan.


2. Calon pejantan:
* sehat dan tidak cacat
* penampilan tegap
* bulu halus dan mengkilap
* tidak mempunyai sifat kanibal
* umur 8 – 24 bulan.
Jumlah induk dan pejantan disesuaikan dengan kondisi dan umurnya antara 8 – 10 : 1

2.4       Pakan Ayam Buras
Dalam budidaya ternak ayam, pakan ternak merupakan faktor yang berperan dalam menentukan kualitas produlsi yag dihasilkan baik itu daging ataupun telur ayam. Hal yang mutlak diperhatikan terutama zat-zat makanan adalah :
a. Karbohidrat, sebagai sumber energi untuk mobilitas tubuh ayam dan resistensi terhadap pengaruh lingkungan.
Sumber : jagung dan beras.
b. Lemak, sebagai sumber energi dan alat transportasi buat vitamin A,D, E, dan K.
Sumber : Kacang tanah, dedak halus, kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, tepung daging, dsb.
c. Protein, untuk pertumbuhan tulang, urat, daging, kulit, bulu, dan
menggantikan jaringan-jaringan tubuh yang rusak.
Sumber : tepung daging, tepung darah, tepung ikan, susu, bekicot, siput, cacing dll (hewani); kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, kacangpanjang, bungkil kelapa dll (nabati).
d. Mineral, untuk alat berproduksi, seperti : kalsium (pembentukan
tulang dan kulit telur), natrium (darah), HCl (getah lambung), Fe
(butir darah merah), yodium (kelenjar gondok) dll.
Sumber : tepung tulang, tepung kerang, kapur dsb.
e. Vitamin, mempertahankan kesehatan tubuh dan kemampuan berproduksi.
Sumber : minyak ikan, susu, hati (vitamin A); jagung, katul, kacangkacangan (vitamin B1); jagung, beras, daunan hijau (vitamin B2);padi-padian, ikan ragi, hijauan (vitamin B6), kotoran lembu/kerbau (vitamin B12), minyak ikan, susu, kacang-kacangan (vitamin D); touge, hijauan, padi-padian (vitamin E), dll.
f. Air, fungsi air adalah :
· Membantu proses pencernaan.
· Membawa zat makanan ke seluruh tubuh.
· Mengatur suhu tubuh dan metabolisme.
· Pembuangan sisa makanan.
Lebih dari 60 % tubuh ayam terdiri dari kandungan air. Ayam selalu minum setiap 15-20 menit.
g. Energy Tambahan
· Antibiotic, fungsi untuk menstimulir pertumbuhan, mencegah penyakit,dan efisiensi setiap perubahan ransum. Sumber : penicillin,terramycin, exythromycin, dll.
· Feed Suplement, fungsi untuk mencegah penularan penyakit,mempercepat pertumbuhan, meningkatkan produksi, dll.
Sumber : PremixB, Premix A, TM 10, Egg Formula, Rovimix AD3, Mineral, dll.
· Concentrate, campuran bahan makanan yang dilengkapi dengan : protein, carbohydrat, lemak, dan zat kasar lainnya. Concentrate complit terdiri dari protein, mineral, dan vitamin
· Hijauan, fungsi untuk menambah nafsu makan dan tambahan vitamin. Sumber : daun-daunan berwarna hijau yang segar.

Uraian diatas adalah komponen -komponen utama yang perlu diperhatiakan dalam pemberian pakan ternak ayam. Berikut sampel pemberian makanan untuk masing-masing jenis ternak ayam :
Pakan ayam pedaging (broiler)
Bahan-bahan :
1. Konsentrat 20 %.
2. Dedak 35 %.
3. Jagung giling 25 %.
4. Bungkil Kelapa 20 %.
Pakan ayam petelur (layer)
Bahan-bahan :
1. Konsentrat 25 %.
2. Dedak 35 %.
3. Jagung giling 40 %.
4. Mineral 0,1 %.
Setelah semua faktor (genetis dan faktor luar) dalam budidaya ternak ayam dipenuhi dengan baik, diharapkan usaha ternak ayam ini dapat berproduksi dengan baik dengan kualitas yang maksimal.

2.5       Penyakit Pada Ayam Buras dan Pencegahannya
1)      ND = Necastle Desease = Tetelo
Pencegahan: lakukan vaksinasi ND secara teratur pada umur 4 hari, 4 minggu dan 4 bulan diulangi lagi setiap 4 bulan sekali.
2)      Cacingan
Pencegahan : hindarkan pemeliharaan tradisional.
3)      CRD (pernafasan)
Pengobatan : Chlortetacyclin (dosis 100-200 gr/ton ransum) atau tylosin (dosis 800 -1000 gr/ton ransum).
4)      Berak Darah
Pengobatan : Prepara Sulfa atau anyrolium dilarutkan dalam air minum, dosis 0,012 -0,024% untuk 3 – 5 hari.
5)      Pilek
Pengobatan : sulfadimetoxine 0,05% dilarutkan dalam air minum selama 5 -7 hari.
6)      Cacar
Pencegahannya : vaksinasi 1 kali setelah lepas induk.

2.6       Analisa Usaha Beternak Ayam Buras
1.      Pengeluaran
a.       Bibit: 100 ekr x Rp. 12.000,- = Rp. 1.200.000,-
b.      Pakan100 ekr x 360 hr x 100 gr x Rp. 491,- / 1000= Rp. 1.767.600,
c.       Penyusutan kandang/th Rp. 500.000: Rp. 50.000/2 th = Rp. 225.000,-
d.      Tenaga kerja: 12 x Rp. 150.000,- /bulan = Rp. 1.800.000,-
e.        Vaksin dan Obat: 100 ekr x 4 kali x Rp. 50,= Rp. 20.000,-
Total ——————————————————> Rp. 5.012.600,-
2.   Pendapatan
a)      Penjualan telur/th 95%x100 ek x 25% x 360 hr x Rp. 300,-= Rp 2.565.000,
b)      Penjualan kotoran ayam/th 25 grx95 ekrx360 x Rp. 2.000,-= Rp. 34.200,
c)      Penjualan ayam afkir: 95 ekr x Rp. 13.500,- = Rp. 1.282.500,-
Total ————————————————————> Rp. 3.881.700,-
3.   Penghasilan/tahun: pendapatan – pengeluaran – Rp. 1.130.900,-
Karena keuntungannya negatif, maka sebaiknya untuk pemeliharaan 100 ekor ayam, tenaga kerja cukup ditangani oleh peternak, sehingga biaya untuk tenaga kerja Rp. 0,-. Dengan kata lain, untuk pemeliharaan 100 ekor ayam :
1. Pengeluaran Rp. 3.212.600,-
2. Pendapatan Rp. 3.881.700,-
3. Keuntungan Rp. 669.100,-
keuntungan/bln Rp. 55.758,- 
Asumsi harga pasaran :
1. Harga bibit siap telur/ekor Rp. 12.000,-
2. Harga telur/butir Rp. 300,-
3. Harga pakan, dengan susunan:
* 30 kg pakan Rp. 300,- /kg
* 50 kg pakan layer (441) Rp. 605,- /kg
* 1 kg mineral Rp. 500,- /kg
4. Harga ayam apkir Rp. 13.500,-
5. Harga kotoran ayam 1 karung (50 kg) Rp. 2.000,-
6. Mortalitas (kematian) 5%
7. Produktivitas telur 25%
8. Biaya kandang ayam perekor Rp . 5.000,-
9. Biaya vaksin & obat perekor Rp. 50,-

2.7       Penetasan Alami Ayam Buras

Sangkar tetas dengan hasil daya tetas tinggi.
BAHAN :
Bambu, kawat, paku, rumput kering.

ALAT :
Gergaji, pisau serut, palu, tang, dll.

PEDOMAN TEKNIS :
v   Sangkar penetasan dibuat dari bambu berbentuk kerucut dengan suhu penetasan dalam sangkar pengeraman cukup baik.
v   Cara pembuatan :
1.   Potong bambu berdiameter 25 – 50 cm sepanjang 125 cm, 1/3 bagian harus berada di atas ruas sedangkan yang 2/3 bagiannya sebagai tiang
penyangga.
2.   satu pertiga dari bambu bagian atas dibelah-belah kecil ( 1-1,5 cm), dihaluskan, kemudian dianyam dengan belahan bambu tipis, dimulai dari
bagian ujung bawah belahan bambu, sehingga berbentuk kerucut.
3.   Bagian ujung paling atas diikat dengan kawat tali, agar ayaman tidak lepas.
4.   Sangkar diletakkan di tempat yang aman dan jauh dari keramaian dan terhindar dari gangguan hewan liar.
5.   Bagian bawah sangkar dialasi dengan rumput kering, yang merupakan alas/tempat diletakkannya telur dan sekaligus sebagai tempat penetasan.
v  Sangkar penetasan kerucut ini menghasilkan daya tetas telur 77,37 %, kematian embriyo 16,64 %, suhu maksimum 102,3°C dan suhu minimum 83,5°C.


BAB III
PENUTUP

                        Kesimpulan
Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan pendapatan.

Dikarenakan dengan pemeliharaan sistem tradisional, produksi telur ayam buras sangat rendah, ± 60 butir/tahun/ekor. Berat badan pejantan tak lebih dari 1,9 kg dan betina ± 1,2 ~ 1,5 kg, maka perlu diintensifkan. Pemeliharaan yang intensif pada ayam buras, dapat meningkatkan produksi telur dan daging, dapat mencegah wabah penyakit dan memudahkan tata laksana.

                        Saran
Harapan kami, setelah membaca makalah ini, kami harap hendaknya diperhatikan dan disimak sehingga jika ada kekurangan, dapat kiranya mencari tambahan dengan membaca dan belajar dari berbagai sumber, baik dari internet maupun buku-buku lainnya.

Baca selengkapnya